Sabtu, 05 Desember 2015

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Ø PROSES ELIMINASI SISA PENCERNAAN
A.  Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,penyingkiran, penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangansisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).Eliminasi pada manusiadigolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1.    Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidupuntuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasaldari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
2.    Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil.

B. Fisiologi dalam Eliminasi

1.  Fisiologi Defekasi
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyaikebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktuyang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanyabekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelahpencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon,dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulaibergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadidi dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominalbertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal,sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).
2.  Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkatdiatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkankandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akankeinginan untuk berkemih.

C. Faktor yang mempengaruhi eliminasi
1.    UMUR
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskularberkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalamiperubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot poloscolon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkantekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
2.    DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnyaselulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan iniberdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairanfeses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang samasetiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukanmakanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
3.    CAIRAN
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairanyang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ialewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairanmemperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkanreabsorbsi cairan dari chyme.

4.    TONUS OTOT
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chymesepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekananintraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-ototyang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas ataugangguan fungsi syaraf.

5.    FAKTOR PSIKOLOGI
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentutermasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponenpsikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapatmeningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagndepresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

6.    GAYA HIDUP
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang airbesar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yangireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhanakan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi saturuangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak inginmenggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.

7.    OBAT-OBATAN 
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasiyang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar daritranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasifeses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatantertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

Ø PROSES ELIMINASI SISA METABOLISME

URINE (AIR KEMIH)
1.  Sifat-sifat air kemih
·      Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya.
·      Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
·      Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
·      Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
·      Berat jenis 1.015 – 1.020.
·      Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2.  Komposisi air kemih
·      Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air
·      Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin.
·      Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.
·      Pigmen (bilirubin, urobilin).
·      Toksin.
·      Hormon

3.  Meknisme pembentukan urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.

4.  Tahap-tahap pembentukan urine

a.    Proses filtrasi.
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginjal.
b.    Proses reabsorpsi.
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.

c.     Augmentasi (Pengumpulan).
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-,dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

d.    Mikturisi.
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melalui ureter ke dalam kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.
Mikturisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya.

ü Ciri – ciri Urine Normal :
Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.

Ø HORMON-HORMON YANG TERLIBAT PADA PROSES ELMINASI.

1.  ADH (Anti Deuretik Hormon)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh.  Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel (Frandson,2003 )
Pengaturan produksi ADH: bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH tambahan.  Sebaliknya bila cairan ekstraseluler terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk ke dalam sel.  Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf unutk menurunkan sekresi ADH.

2.  Mineralcorticoids
Mineralcorticoids adalah hormon steroid glomerulosa zona disekresikan oleh korteks adrenal.  Mereka mengatur elektrolit dan keseimbangan air dalam  tubuh  misalnya keringat, urin, empedu dan air liur.
a.  Aldosteron
Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineralkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan penyerapan kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang bersamaan.  Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah.
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal.  Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin
95% dari kegiatan mineralokortikoid ada di rekening hormon ini.  Sekresi aldosteron dirangsang oleh peningkatan K+ atau jatuh dalam Na+ konsentrasi dan volume darah.  Aldosteron mengurangi Na+ (dan Cl-) eliminasi dengan membantu dalam reabsorpsi aktif dari nephric filtrat dengan bertindak lebih dari tubulus distal dan tubulus convulated mengumpulkan.  Ini mempromosikan K+ eliminasi dan mengurangi kehilangan air.
Jadi Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium dan lebih banyak kalium.  Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem renin-angiotensin-aldosteron).  

3.  Hormon ovarium (estrogen dan progesteron)
Disekresi oleh ovarium akibat respons terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis.
a.  Estrogen
Alami yang menonjol adalah estroidal (estrogen kuat), ovarium hanya membuat estrodiol merupakan produk degradasi (perubahan senyawa) steroid-steroid pada wanita yang tidak hamil, selama kehamilan diproduksi oleh plasenta.  Estrogen beredar terikat pada protein plasma dan proses peningkatannya terjadi dalam hati yang melaksanakan peran ganda dalam metabolisme estrogen. 
Urine wanita hamil benyak mengandung estrogen yang dihasilkan oleh plasenta.  Mekanisme aksi estrogen mengatur ekspresi gen tertentu dalam sel yang bekerja sebagai sasaran
b.  Progesteron
metabolism progesterone yang utama di dalam urine ialah pregnanediol (tidak aktif) dan pregnanetriol (perubahan korteks adrenal).  Senyawa ini dibuang sebagai glucuronic (senyawa glikosid).

4.  Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.

5.  Glukokortikoidtid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Kelenjar Adrenal/Suprarenal/Anak Ginjal. Kelenjar ini berbentuk bola yang menempel pada bagian atas ginjal. Di setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian luar(korteks)dan bagian dalam (medula).
Salah satu hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin yang berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa. Hormon adrenalin bekerja berlawanan dengan hormon insulin. Walaupun bekerja berlawanan tapi tujuannya sama, yaitu untuk mengatur kadar gula dalam darah tetap stabil.

Ø TANDA DAN GEJALA GANGGUAN ELIMINASI SISA METABOLISME DAN PENCERNAAN.

Gangguan Proses Eliminasi
a. Gangguan eliminasi urine
Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandungan kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi urine. Klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma (Potter&Perry, 2005:1686).
Tabel 2. Gejala Umum pada Perubahan Perkemihan
Gejala
Deskripsi
Penyebab atau Faktor Terkait
Urgensi
Merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
Penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi, sphincter uretra tidak kompeten, stres psikologis.
Disuria
Merasa nyeri atau sulit berkemih
Peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter uretra
Frekuensi meningkat
Berkemih dengan sering
Peningkatan asupan cairan, radang pada kandung kemih, peningkatan tekanan pada kandung kemih (kehamilan, stres psikologis)
Keraguan berkemih
Sulit memulai berkemih
Pembesaran prostat, ansietas, edema uretra
Poliuria
Mengeluarkan sejumlah besar urine
Asupan cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus, penggunaan diuretik, diuresis pascaobstruktif
Oliguria
Pengeluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk (biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam)
Dehidrasi, gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, gagal jantung kongestif
Nokturia
Berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
Asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol), penyakit ginjal, proses penuaan
Dribling (urine yang menetes)
Kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine
Stres inkontinensia, overflow akibat retensi urine
Hematuria
Terdapat dalah dalam urine
Neoplasma pada ginjal atau kandung kemih, penyakit glomerulus, infeksi pada ginjal atau kandung kemih, trauma pada struktur perkemihan, diskrasia darah
Retensi Urine
Akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan kandung kemih untuk benar mengosongkan diri
Obstruksi uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan aktivitas sensorik, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah tindakan anestesi, efek samping obat-obatan
Residu Urine
Volume urine tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau lebih)
Inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat infeksi, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, trauma atau inflamasi uretra

b.  Gangguan eliminasi sisa pencernaan
Gangguan pada eliminasi sampah digestif atau sisa pencernaan menurut Potter & Perry (2005:1746), sebagai berikut:
a)      Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melunasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.
b)      Impaksi
Impaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat diluarkan. Pada kasus impaksi berat, massa dapay lebih jauh masuk ke dalam sigmoid. Klien menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling beresiko mengalami impaksi.
Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi.
c)      Diare
Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorbsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi di salam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya, feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan untuk defekasi.
d)     Inkontinensia
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merupakan fungsi atau kontrol sphincter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia.
e)      Flatulen
Flutulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (pengeluaran flatus). Namun, jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen, atau imobilisasi, flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan distensi abdomen dan menimbulkan nyeri yang terasa sangat menusuk.
f)       Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal atau hemoroid eksternal. Hemoroid eksternal terlihat jelas ebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan. Hemoroid internal memiliki membran mukosa di lapisan luarnya. Peningkatan tekanan vena akibat mengedn saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik dapat menyebabkan hemoroid.
Ø PROSES KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI.

A.    Faktor yang Memengaruhi Eliminasi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi eliminasi metabolisme dan sisa pencernaan, yaitu:
1.      Usia
Usia berpengaruh pada kontrol eliminasi individu. Anak-anak masih belum mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil karena siste, neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Pada lansia proses eliminasi juga berubah karena terjadi penurunan  tonus otot.
2.      Diet
Makanan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Makan yang teratur sangat berpengaruh pada keteraturan defekasi. Selain itu, terjadinya malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang organ perkemihan  maupun organ pencernaan.
3.      Cairan
Intake cairan berpengaruh  pada eliminasi fekal dan urine. Apabila intake cairan kurang dan output cairan berlebihan, maka tubuh menyerap air lebih banyak dari usus besar sehingga feses menjadi keras dan sulit keluar. Sementara itu, pada eliminasi urine, urine menjadi berkurang dan lebih pekat.
4.      Latihan Fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Hal ini sangat penting bagi defekasi (pembuangan feses)  dan miksi (pembuangan urine). Latihan fisik juga merangsang terhadap timbulnya paristaltik.
5.      Stres Psikologis
Ketika seseorang sedang mengalami ketakutan atau kecemasan, terkadang ia mengalami diare atau beser. Namun, ada juga yang mengalami susah buang air besar.
6.      Temperatur
Jika temperatur tubuh tinggi, maka terjadi penguapan cairan tubuh. Hal itu  menyebabkan kekurangan cairan, sehingga terjadi konstipasi dan pengeluaran urine yang sedikit.
7.      Nyeri
Nyeri berpengaruh terhadap pola eliminasi. Seseorang yang berada dalam keadaan  nyeri sulit untuk makan, diet yang seimbang, maupun untuk melakukan latihan fisik.
8.      Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang berpengaruh terhadap eliminasi. Ada obat yang menyebabkan diare, konstipasi maupun inkontinensia (Asmadi,2008:97-98). 
B.     Pengkajian Kebutuhan Eliminasi
1.      Aspek biologis
·         Usia
·         Aktivitas fisik
·         Riwayat kesehatan dan diet
·         Penggunaan obat-obatan
·         Pemeriksaan fisik : Eliminasi urine dan eliminasi fekal
·         Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan urine (warna, kejernihan, bau dan pH) dan pemeriksaan feses.
2.      Aspek Psikologis
Stres emosional dapat menimbulkan gangguan pada eliminasi. Stres dapat menyebabkan seseorang terdorong untuk terus berkemih, sehingga frekuensi berkemih meningkat. Selain itu, kecemasan yang dialami seseorang dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Pengaruh ansietas pada eliminasi fekal dapat meningkatkan peristaltik sehingga timbul diare (Asmadi, 2008:100).
3.      Aspek Sosiokultural
Menurut Asmadi (2008:100), adat istiadat terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti posisi berkemih bagi sebagian kultur mesti dilakukan dengan posisi berjongkok, adapula dengan berdiri. Begitu pula dengan eliminasi fekal, ada yng buang air besar di WC, kali, kebun dan lain-lain. Nilai-nilai masyarakat pun perlu dikaji yang  terkait dengan eliminasi.
4.      Aspek Spiritual
Keyakinan individu terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti urine dan feses diyakini sebagai sesuatu yang najis sehingga perlu dibersihkan dengan air. Ada pula individu yang cukup membersihkannya dengan tisu. Keyakinan ini juga berhubungan dengan praktek kultural setempat.

C.    Metode Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sampah atau kotoran yang terdapat di dalam tubuh. Kotoran ini bersifat toksin, jika tidak segera dibuang makan dapat meracuni fubuh dan akhirnya menyebabkan kematian.Namun, tidak selamanya eliminasi berjalan dengan lancar, terkadang mengalami hambatan baik pada eliminasi fekal maupun urine. Gangguan atau hambatan tersebut bila tidak segera ditanggulangi dapat mengganggu keseimbangan tubuh.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional harus mampu mengidentifikasi gangguan yang terjadi pada eliminasi serta dapat menanggulanginya. Oleh karena itu, perawat harus mampu melakukan beberapa tindakan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi. Seperti yang dinyatakan Asmadi (2008:101), tindakan tersebut antara lain:
a.       Membantu pengeluaran feses secara manual
b.      Penggunaan pispot atau urinal
c.       Kateterisasi (pemasangan selang kateter)
d.      Irigasi kandung kemih
e.       Bladder training (latihan otot-otot vesika urinaria)

f.       Melakukan huknah (enema) (memasukkan cairan pencahar ke rektum dan kolon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar